Sebelum
kita membahas mengenai “Masalah-masalah yang terjadi dalam dunia
perbankan”,mari kita merefresh kembali tentang Apa itu Bank dan bagaimana cara
kerjanya.
Pendahuluan
Bagaimana
Sebuah Kerja Bank?
Banyak orang
melihat bank sebagai tempat di mana Anda menyimpan uang Anda atau di mana Anda
mendapatkan rekening koran atau di mana Anda bisa mendapatkan pinjaman, tetapi
mereka sering don, AOT memahami gambaran besar tentang bagaimana fungsi
perbankan. Mari, AOS berjalan melalui itu dalam langkah kecil sehingga Anda
dapat memahami mengapa bank ada.
Pertama-tama, bank adalah bisnis seperti bisnis lain: itu berusaha untuk
membuat uang sebanyak mungkin. Mereka membuat uang dengan hanya memindahkan
uang, ingatlah bahwa dalam pikiran seperti yang kita bergerak melalui layanan
yang bank menyediakan.
Layanan pertama yang kebanyakan orang menjadi akrab dengan hal bank
merupakan tabungan. Pada pandangan pertama, tabungan adalah situasi di mana
Anda memberikan bank uang Anda untuk jangka waktu, menariknya kapan pun Anda
suka, dan mendapatkan sejumlah kecil uang untuk waktu Anda meninggalkannya di
sana. Apa yang sebenarnya terjadi, meskipun, adalah bahwa rekening tabungan
sebenarnya pinjaman, kecuali kali ini Anda, Aore pemberi pinjaman. Ini, Aos
tidak berbeda dari pinjaman lain, kecuali itu, Aos benar fleksibel: Anda dapat
meminjamkan sebanyak yang Anda inginkan ke bank dan mendapatkan pinjaman yang
dibayar kembali kapanpun Anda, AOD seperti.Karena fleksibilitas ini, meskipun,
bunga yang Anda buat pada pinjaman ini cukup rendah.
Sebuah rekening giro, pada sebagian besar bank, tidak berbeda dari
rekening tabungan: Anda, Aore pinjaman bank uang Anda, tetapi dengan rekening
giro, mereka membayar bunga Anda dengan layanan (berurusan dengan cek Anda
menulis, dll) bukan bunga.Aspek besar lainnya yang orang pikirkan ketika mereka
menganggap bank adalah pinjaman: mereka meminjamkan uang kepada orang-orang
untuk mobil, mobil, dan lain-lain.Jadi bagaimana bank menghasilkan uang?
Sebagai permulaan, mereka mengambil uang yang Anda meminjamkan mereka dan
mendapatkan pengembalian yang cukup kuat dengan itu, kemudian memberikan bagian
dari itu kembali dalam bentuk bunga. Jadi, setiap dolar yang Anda masukkan ke
account Anda dengan bank membuat mereka sedikit uang.
Mari, AOS mengatakan, misalnya, bahwa bank memiliki rekening tabungan dengan
tingkat 1,5% pengembalian, yang mungkin lebih baik daripada bank di lingkungan
Anda. Mereka mengambil uang dari account Anda (dan banyak rekening tabungan
lainnya) dan menggunakan semua uang itu untuk membeli (misalnya) catatan
treasury, yang dijamin oleh pemerintah federal dan kembali sekitar 5%.
Bahkan lebih baik, biarkan, AOS mengatakan bahwa orang lain datang ke bank dan
ingin meminjam uang untuk sebuah mobil. Bank menawarkan untuk meminjamkan
mereka uang untuk mobil sebesar 7% kembali, sehingga mereka mengambil uang itu
dari rekening di bank tersebut dan memberikannya kepada peminjam. Kemudian,
peminjam membayar kembali uang itu ditambah bunga, yang mereka lulus pada 1,5%
kepada Anda, menjaga 5,5% untuk diri mereka sendiri.
Jadi, hipotetis, biarkan, AOS mengatakan bank terbuka untuk bisnis dan dua
orang membuka rekening tabungan sebesar 1,5% dengan $ 10.000. Kemudian, Judy
datang dan ingin meminjam $ 20.000 untuk kredit mobil selama satu tahun,
sehingga bank menggunakan $ 20.000 orang telah disimpan. Pada akhir tahun, Judy
akan membayar kembali $ 20.000 ditambah 7% ($ 1.400). Kemudian, masing-masing
pemegang rekening tabungan datang dan membersihkan rekening mereka.
Masing-masing mengeluarkan $ 10.000 ditambah 1,5% ($ 150) untuk total $ 20.300.
Bank dengan demikian menjaga sisa $ 1,100. Jika itu terjadi,katakanlah, 100
kali dalam setahun (200 rekening tabungan, 100 peminjam mobil), bank membuat $
110.000 setahun. Ketika Anda mulai mencari hal-hal jangka panjang seperti
kredit rumah, dan juga ketika orang membeli hal-hal seperti sertifikat
deposito, menjadi jelas bahwa bank bisa mendatangkan banyak uang setiap tahun.
Selain itu, bank saat ini membuat banyak uang dari biaya. Anda mendapatkan ping
ketika Anda menggunakan ATM salah, ketika Anda cerukan cek, dan sebagainya.
Setiap kegiatan tersebut hanya biaya bank beberapa sen untuk menangani, tetapi
biaya Anda beberapa dolar (setidaknya). Untuk meringkas, bank bekerja dengan
membayar sejumlah kecil orang untuk meminjamkan mereka uang, maka pinjaman uang
itu ke orang lain untuk jumlah yang lebih besar. Mereka mengatur bahwa seluruh
proses, dan kemudian menyimpan perbedaan antara jumlah besar (bunga pinjaman)
dan sejumlah kecil (bunga dari rekening tabungan).
Pembahasan
Selasa, 17 Mei 2011
Masalah Perbankan, Renten
dan Fee dalam Pandangan Islam
03/14/2002 – Arsip Fiqh
Di dalam kehidupan modern ini, keberadaan bank ternyata sudah menjadi kebutuhan
yang penting bagi masyarakat luas. Mulai dari yang menabung, yang meminjam uang
dan sampai kepada yang menggunakan jasanya untuk mentransfer uang dari satu
kota atau negara kekota atau negara lain. Lalu, bagaimanakah pandangan Islam
tentang perbankan? Ikuti dan simak kajian berikut ini!
Mengenai perbankan ini sebenarnya sudah dikenal kurang lebih 2500 sebelum masehi di Mesir
Purba dan Yunani dan kemudian oleh bangsa Romawi. Perbankan modern berkembang
di Itali pada abad pertengahan yang dikuasai oleh beberapa keluarga untuk
membiayai ke-Pausan dan perdagangan wol. Selanjutnya berkembang pesat pada abad
ke-18 dan 19.
Sesuai dengan fungsinya bank-bank terbagi kepada bank primer, yaitu bank
sirkulasi yang menciptakan uang dan bank sekunder, yaitu bank-bank yang tidak
menciptakan uang, juga tidak dapat memperbesar dan memperkecil arus uang,
seperti bank-bank urnum, tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan.
Kalau kita perhatikan bentuk hukumnya, maka struktur bank-bank di Indonesia
adalah: bank-bank negara, bank-bank pemerintah daerah, bank-bank swasta
nasional, bank-bank asing campuran dan bank-bank milik koperasi.
Dalam topik ini, ada dua masalah yang akan dibahas, yaitu bank dan rente, bank
dan fee.
Pengertian Bank dan Rente
Bank menurut Undang-undarig Pokok Perbankan tahun 1967 adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang. Dari
batasan tersebut jelas, bahwa usaha bank akan selalu
dikaitkan dengan masalah uang.
Di dalam Ensikiopedi Indonesia
disebutkan bahwa Bank (perbankan) ialah suatu lembaga keuangan yang usaha
pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran
serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal
sendiri atau orang lain. Selain dari itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam
bentuk uang bank atau giral. Jadi kegiatannya bergerak dalam bidang keuangan
serta kredit dan meliputi dua fungsi penting, yaitu sebagai perantara pemberi
kredit dan menciptakan uang.
Rente adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda yang lebih dikenal dengan
istilah bunga. Oleh Fuad Muhammad Fachruddin disebutkan bahwa rente ialah
keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjarnkan uang
untuk melancarkan perusahaan orang yang
meminjam. Berkat bantuan bank yang meminjarnkan uang kepadanya, perusahaannya
bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak.
Menurut Fuad Fachruddin, bahwa rente yang dipungut oleh bank itu haram
hukumnya. Sebab, pembayarannya lebih dari uang yang dipinjarnkannya. Sedang
uang yang lebih dari itu adalah riba, dan riba itu haram hukumnya. Kemudian
dilihat dari segi lain, bahwa bank itu hanya tahu menerima untung, tanpa risiko
apa-apa. Bank meminjarnkan uang, kemudian rentenya dipungut, sedang rente itu
semata-mata menjadi keuntungan bank yang
sudah ditetapkan keuntungannya. Pihak bank tidak mau tahu apakah orang yang
meminjam uang itu rugi atau untung.
Di dalam Islam dikenal ada doktrin tentang riba dan mengharamkannya. Islam
tidak mengenal sistem perbankan modern dalam arti praktis, sehingga terjadi
perbedaan pendapat. Beda pandangan dalam menilai persoalan ini akan berakibat
timbul kesimpulan-kesimpulan hukum yang berbeda pula, dalam hal boleh tidaknya
serta halal haramnya.
Dunia perbankan dengan sistem bunga
(rente), kelihatannya semakin mapan dalam perekonomian modern, sehingga hampir
tidak mungkin menghindarinya, apalagi menghilangkannya. Bank pada saat ini
merupakan sesuatu kekuatan ekonomi masyarakat modern. Dari satu segi ada
tuntutan keberadaan bank itu dalam masyarakat untuk roengatur lalu lintas
keuangan, di lain pihak, masalah ini dihadapkan dengan keyakinan yang dianut
oleh urnmat Islam, yang sejak awal kehadiran agama Islam telah didoktrinkan
bahwa riba itu haram hukumnya. Pada saat dihararnkan, riba itu telah berurat
berakar dalam masyarakat jahiliah yang merupakan pemerasan orang kaya terhadap
orang miskin. Orang kaya bertambah kaya dan
orang miskin bertambah melarat.
Sebagian besar ulama membagi riba
menjadi dua macam, yaitu:
1. Riba nasiah, yaitu riba yang terjadi
karena ada penangguhan (penundaan) pembayaran utang.
2. Riba fadhl, riba yang terjadi karena ada tambahan pada jual beli benda atau
bahan sejenis.
Untuk menentukan status hukum bermuamalah yang baik, masih banyak terdapat
perbedaan pendapat dikalangan para ulama , di. antaranya:
1. Abu Zahrah, guru besar pada Fakultas
Hukum Universitas Kairo, Abu A’la al-Maududi di Pakistan, Muhammad Abdullah
al-’Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank itu (riba nasiah)
dilarang oleh Islam oleh sebab itu urnmat Islam tidak boleh bermuamalah dengan
bank yang memakai sistem bunga kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa). Di
antara ulama tersebut, Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah “darurat atau
terpaksa” tetapi secara mutlak beliau menghararnkan.
2. Mustafa Ahmad az-Zagra, guru besar hukum Islam dan hukum perdata Universitas
Syariah di Damaskus mengernukakan, bahwa riba yang dihararnkan sepeiti riba
yang berlaku pada masyarakat jahiliah, yang menipakan pemerasan terhadap orang
yang lemah (miskin), yang bersifat konsurntif. Berbeda dengan yang bersifat
produktif, tidak termasuk haram.
3. A. Hasan (Persatuan Islam) berpendapat bahwa bunga bank (rente), seperti
yang berlaku di Indonesia,
bukan riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana yang
dimaksud oleh firman Allah dalam surat Ali lmran: 130.
4. Majelis Tafjih Muhammadiah dalam muktamaroya di Sidoarjo 1968 memutuskan
bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau
sebaliknya, termasuk syubhat atau mutasyabihat, artinya belum jelas halal
haramnya. Sesuai dengan petunjuk Hadis Rasulullah kita harus berhati-hati dalam
menghadapi hal-hal yang masih syubhat itu. Dengan demikian kita boleh
bermuamalah dengan bank apabila dalam keadaan terpaksa saja.
Setelah kita perhatikan, dalam garis besarnya ada empat pendapat yang
berkembang di kalangan ulama mengenai masalah riba ini, yaitu:
1. Pendapat yang menghararnkan.
2. Pendapat yang menghararnkan bila bersifat konsurntif, dan tidak haram bila
bersifat produktif.
3. Pendapat yang mengatakan syubhat, boleh tapi dalam keadaan terpaksa.
4. Pendapat yang membolehkan (tidak haram).
Masing-masing kelompok yang berbeda pendapat itu, semua merujuk kepada nash
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Narnun dalam memahaminya dan menafsirkannya terjadi
perbedaan pendapat.
Sebagai bahan kajian, di bawah ini disebutkan ayat-ayat yang berhubungan dengan
riba.
Allah SWT berfirman, yang artinya:
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya).”(Q. S. Ar-Rum: 39)
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan
karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan
mereka memakan riba, pudahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanyu,
dan karena mereka memakan harta orang dengun jalan yang butil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orung yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih.”(Q. S. An-Nisa: 160-161)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”(Q.
S. Ali ‘Imran: 130)
Dalam ayat di atas sudah ada ketegasan tentang larangan memakan riba. Sebagian
besar ulama berpendirian, bahwa riba yang dimaksud di sini adalah riba nasi’ah
itu tetap haram selamanya, walaupun tidak berlipat ganda. Kata “berlipat ganda”
dalam ayat tersebut, hanya menyatakan peristiwa (kejadian) yang pernah terjadi
di masa jahiliah dan jangan dipahami mafhum mukhalafnya, yaitu sekiranya tidak
berlipat ganda, berarti tidak haram (diperbolehkan).
“Orang-orung yang makan (mengumbil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukun syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan menghararnkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tahannya, lulu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang ita
adalah penghuni-penghuni neraka: mereka kekal di dalamnya.”
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan
sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tahannya. Tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagirnu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.”
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atas semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.”(Q. S. Al-Baqarah: 275-280)
Oleh sebagian ulama seperti al-Maraghi dan as-Shabuni menyatakan, bahwa
pengharaman riba diturunkan secara bertahap, sebagaimana keharaman khamar
(minuman keras). Berturut-turut diturunkan ayat dalam surat Ar-Rum: 39, An-Nisa
160-161, Ali ‘Imran: 130 dan Al-Baqarah: 275-280.
Pada ayat 278 dengan tegas dinyatakan:
“Dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut).”
Dan pada ayat 279, dinyatakan :
“Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu.”
Kalau masih ada sisa kelebihan yang belum dipungut, tidak boleh lagi dipungut,
dan hanya dibenarkan memungut (menagih) modalnya saja, tidak boleh lebih. Hal ini berarti,
mengambil kelebihan itu tetap tidak boleh.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa walaupun ayat yang disebutkan dalam
surat Al-Baqarah, ayat yang terakhir diturunkan, tetapi dalam menetapkan
hukumnya tetap ada kaitannya dengan surat
Ali ‘Imran: 130 yaitu haram hukumnya, sekiranya berlipat ganda.
Ada juga orang mempertanyakan, mengapapa dagang (pengusaha) yang mengambil
kelebihan (keuntungan) lebih besar dapat dibenarkan, sedangkan bank yang
memungut kelebihan yang hanya sedikit saja tidak dibenarkan? Mengenai hal ini,
barangkali jawaban yang tepat ialah, bank tidak menanggung risiko rugi,
walaupun kelebihan tidak banyak. Sedangkan pada dagang (jual beli), ada
kemungkinan menanggung risiko rugi, karena dalam dunia dagang, tidak mesti
terus-menerus beruntung. Pihak bank tidak mau tahu, apakah para peminjam rugi
atau untung. Malahan barang/jaminan pun dapat
disita, disamping kerugian yang dideritanya.
Disamping ayat-ayat tersebut di atas, diperkuat lagi dengan keterangan beberapa
hadits, seperti:
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Tiap-tiap pinjaman yang menarik suatu manfaat, adalah semacam riba.”
(Al-Hadis).
“Sesungguhnya Nabi SAW melarang pinjaman (piutang) yang menarik suatu manfaat.”
(Al-Hadis).
“Tiap-tiap pinjaman (piutang) yang menarik manfaat adalah riba.” (Al-Hadis)
Sebagian ulama memandang, bahwa hadis tersebut di atas ada cacatnya. Hadis
pertama mauquf dan hadis kedua dan ketiga cacat sanadnya.lbnu Mas’ud berkata,
yang artinya:
“Sesungguhnya Nabi SAW telah melaknat pemakan riba (orang yang memberi
pinjaman), pemberi makannya (orang yang meminjam), dan dua orang saksi dan
penulisnya. Jika mereka tahu yang demikian, maka mereka dilaknat dengan lidah
Nabi Muhammad pada hari kiamat.”(R. An-Nasa’i)
Sabda Nabi SAW, yang artinya:
“Sesungguhnya riba itu hanya riba nasi’ah saja.”
(HR. Bukhori).
Kendatipun di antara hadis itu ada yang dipandang lemah, tetapi jiwanya sejalan
dengan ayat-ayat riba di atas.
Bank dan Fee (Pungutan Biaya
Administrasi)
Mengenai pengertian bank sudah dijelaskandi atas. Di sini akan disinggung
mengenai masalah fee. Fee maksudnya adalah pungutan dana untuk kepentingan
administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional dan lain-lain. Adapun
namanya, pungutan itu tetap termasuk bunga. Dengan demikian, persoalannya tetap
sama seperti uraian terdahulu, yaitu ada yang setuju dan ada pula yang
menentangnya.
Bagi ulama yang membolehkan pungutan dana dan peminjam dan pemberian dana (uang
jasa) kepada penabung (deposito), tidak ada masalah, bila bermuamalah dengan
bank.
Akan tetapi bagi ulama yang menyatakan syubhat atau boleh bermuamalah dengan
bank dalam keadaan darurat (terpaksa), masih mengundang pertanyaan. Sampai
kapan masa darurat itu berakhir dan sampai kapan pemahaman syubhat itu hilang?
Oleh sebab itu, perlu ada solusi, ada pemecahan masalah yang dihadapi oleh
urnmat Islam mengenai perbankan ini. Salah-satu alternatif atau jalan keluarnya
adalah mendirikan
Bank Islam. Mengenai masalah ini, akan diuraikan tersendiri.
Bank Islam
Dalam dunia usaha dan perdagangan, sukar orang menghindar dari perbankan karena
via bank lebih mudah melakukan lalu lintas keuangan.
Tetapi.di sisi lain urnmat Islam dihadapkan kepada suatu ketentuan hukum yang
terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, yaitu apakah bermuamalah dengan
bank itu sesuai dengap ajaran Islam atau tidak?
Keragu-raguan itu sedapat mungkin dihilangkan dan harus ada jalan keluar yang
ditempuh, agar perekonomian yang dijalankan urnmat Islam, tidak bertentangan
dengan ajaran Islam yang dianutnya.
Menyadari akan kenyataan ini, urnmat Islam telah berusaha mencari jalan
keluarnya yaitu mendirikan Bank Islam karena Bank semacam ini menyediakan
sarana bagi ummat Islam untuk melakukan kegiatan muamalah sesuai dengan ajaran
Islam. Sarana yang tersedia pada Bank Islam adalah berupa fasilitas perbankan
menurut ajaran Islam, baik untuk usaha yang produktif maupun investasi.
Di dalam buku Apa dan Bagaimana Bank
Islam, oleh penulisnya disebutkan bahwa:
a. Bank Islam didirikan
karena dilatarbelakangi oleh keinginan urnmat Islam untuk menghindar dari riba
dalam kegiatan muamalahnya.
b. Bank Islam didirikan karena dilatarbelakangi oleh keinginan urnmat Islam
untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan batin melalui kegiatan muamalah yang
sesuai dengan perintah agama.
c. Bank Islam didirikan karena dilatarbelakangi oleh keinginan urnmat Islam
untuk mempunyai alternatif pilihan dalam mempergunakan jasa-jasa perbankan yang
dirasakan lebib sesuai.
Kemudian ada perbedaan prinsip
manajemen, antara Bank Islam dengan bank konvensional dalam mengharmonisasikan
kepentingan penyandang dana, pemegang saham dan pemakai dana. Pada bank
konvensional, kepentingan penyandang dana adalah memperoleh imbalan berupa
bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah memperoleh
imbalan spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman.
Kepentingan pemakai dana adalah biaya yang lebih murah berupa tingkat bunga
yang rendah. Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan tersebut sulit
diharmonisasikan.
Berbeda dengan Bank Islam, bahwa kepentingan penyandang dana pemegang saham,
dan pemakai dana, dapat diharmonisasikan, karena
sistem bagi hasil. Masing-masing memperoleh imbalan bagi hasil sesuai dengan
keadaan yang benar-benar terjadi. Dengan demikian, manajemen bank berusaha
mengoptimalkan keuntungan pemakai dana, karena pemakai dana itulah pada
hakikatnya yang berdiri di barisan depan untuk mengelola dana yang dipinjarnkan
oleh bank.
Pada dasarnya Bank Islam tidak menyalurkan dana secara langsung kepada pemakai
dana, tetapi dalam bentuk barang yang
diperlukan dan pihak banklah yang mengeluarkan biayanya. Pemakai dana menunjuk
langsung pemasok barang, dengan kualitas dan harga pantas yang berlaku di
pasaran. Dalam keadaan tertentu, Bank Islam dapat menyalurkan dana dalam bentuk
tunai kepada pemakainya, sebagai pelengkap dan jumlahnya lebih kecil dari modal
yang berbentuk barang.
Sebagai ganti sistem bunga. Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih
dari unsur riba, antara lain ialah:
1. Mudharabah
Mudbarabah ialah suatu perjanjian usaha antara pemilik modal dengan pengusaha.
Pemilik modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan dan pihak pengusaha
melakukan pengelolaan. Hasil usaha bersama ini dibagi sesuai dengan kesepakatan
bersama pada saat dibuat dan ditandatangani perjanjian. Umpamanya 60:40; 50:50.
Sekiranya terjadi kerugian, yang bukan karena penyelewengan atau keluar dari
kesepakatan, maka pemilik modal dan pengusaha, sama-sama menanggung rugi, yaitu
rugi dana dan nigi tenaga (skill).
Pihak perbankan dan pengusaha biasanya lebih berhati-hati dalam menjalankan
peran masing-masing.
Tata cara yang lebih rinci demikian:
a. Pihak bank menyediakan dana
sepenuhnya untuk keperluan suatu proyek.
b. Pengusaha mengelola proyek itu tanpa campur tangan pihak bank, narnun diberi
wewenang untuk mengawasi proyek tersebut.
c. Pihak bank dan pengusaha menetapkan bersama mengenai pembagian keuntungan.
d. Bila terjadi kerugian (di luar kemampuan manusia), maka pihak bank yang
memikul risiko, sedang pihak pengusaha menanggung kerugian tenaga, pikiran,
waktu dan managerial skill seita kehilangan keuntungan bagi hasil, yang
seharusnya diperolehnya.
2. Musyarakah
Musyarakah ialah suatu perjanjian usaha antara dua atau beberapa orang (badan)
pemilik modal untuk menyerahkan modalya pada suatu proyek. Keuntungan dibagi
atas kesepakatan bersama, atau berdasarkan besar kecilnya modal masing-masing.
Demikian juga mengenai kerugian yang diderita, dicantumkan dalam perjanjian
kerja sama itu. Dalam masyarakat kita kenal dengan istilah patungan (joint
venture). Bank di satu pihak dan pengusaha di pihak lain.
3. Murabahah
Murabahah ialah pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan. Pembiayaan
murabahah adalah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka
pemenuhan kebutuhan produksi.
Cara yang ditempuh ialah, pihak bank membelikan barang-barang yang diperlukan
oleh nasabah, atas nama bank tersebut. Pada saat itu juga pihak bank menjual
barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang disetujui bersama dan akan
dibayar dalam jangka waktu tertentu pula.
Dalam jangka waktu yang telah ditetapkan itu, harga tidak boleh berubah,
walaupun di pasaran harga naik atau turun. Pada saat jatuh tempo, belum tentu
pihak bank mendapat keuntungan, bila harga barang naik (inflasi). Demikian juga
sebaliknya adakalanya nasabah yang rugi karena barang turun drastis.
4. Wadi’ah
Wadi’ah ialah titipan (uang, surat-surat barharga atau deposito). Pihak bank
berkewajiban menjaga titipan itu dengan penuh amanah.
Di antara barang titipan itu, atas seizin penitip dapat dipergunakan
(dimanfaatkan oleh pihak bank). Bila mendapat keuntungan dari pemanfaatan
barang titipan itu, sepenuhnya menjadi milik bank. Bila sewaktu-waktu titipan
itu diminta kembali, pihak bank harus mengembalikan sepenuhnya sesuai dengan
yang tercantum dalam surat penitipan dan jangka waktu yang telah ditetapkan.
Bila pihak bank memberikan bonus kepada para nasabahnya, tidak bertentangan
dengan ajaran Islam asal tidak ada perjanjian sebelumnya. Hal ini sangat bergantung
kepada pihak bank, berapa yang pantas diberikannya.
Demikian gainbaran singkat yang dapat ditempuh, agar terhindar dari kemungkinan
terlibat ke dalam riba yang dilarang oleh agama Islam, walaupun batas-batas
yang dianggap riba masih diperselisihkan di kalangan para ulama. Jalan yang
lebih aman, adalah menempuh praktek muamalah berdasarkan ajaran lslam, seperti Banklslam, yaitu
BankMuamalat, BMT (Baitui Maal wat Tanwil), Baitui Qiradh, Baital Tanwil (BT),
BPS Syari’ah dan nama-nama lainnya, yang beroperasi sesuai dengan syariat
Islam.
Suatu sistem atau cara perbankan yang dibuat agar sesuai dengan syariat,
tidaklah secara otomatis melabelkan halal 100 %. Hal ini tergantung kenyataan
praktek di lapangan. Apabila kenyataan di lapangan para oknum-oknumnya sama
dengan menggunakan sistem seperti bank konvensional ketika diluarnya, tentulah
hukum haram dan yang masih diperdebatkan tetap berlaku padanya. Jadi perlu
adanya keselarasan antara teori dan prakteknya di lapangan.
Bagi bangsa Indonesia, hal ini baru mulai berkembang dalam masyarakat dan belum
memasyarakat di kalangan urnmat Islam. Dalam bermuamalah telah lama terbiasa
dengan bank konvensional, yang dikenal selama ini. Pada suatu ketika,
masyarakat akan dapat memahaminya dan mengikutinya,
bila temyata dilihatnya keberhasilan bank-bank atau lembaga-lembaga yang
mengatur lalu lintas keuangan yang bercorak Islam yang sudah mulai hadir dalam
masyarakat bangsa Indonesia. Lebih menarik sekarang telah terdengar, bahwa
warga non muslim telah banyak yang terlibat di dunia perbankan dengan sistem
Islam.
Daftar Pustaka:
1. Al-Quran dan Terjemahannya,
Departemen Agama Rl.
2. Ensiklopedi Indonesia, lkhtiar Baru, Jakarta, 1980.
3. AI-Maraghi, Tafair al-Maraghi.
4. As-Shabuni M. Ali, Tafsir Ayatil Ahkam, Damaskus: Maktabah al-Ghazali.
5. Fuad Moh. Fachruddin, Riba dalam Bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi, Bandung: PT al-Ma’arif,
1982.
6. Karnaen Purwaatmadja MPA dan Muhammad Syafi’i Antonio M. EC, Apa dan
Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf, 1992.
7. Yusuf Qardhawi, Al-Halal wal-Haram, Beirut:
Maktabah al-Islami.
8. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung:
Penerbit Mizan, 1995
9. Muhammad Syaltut, Al-Fatawa, Kairo: Darul Qalam.
10. Yususf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
11. Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf, 1993.
Sumber: Diadaptasi dari “Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga
Keuangan”, M. Ali. Hasan
www.alislam.or.id – www.pakdenono.com
sumber : http://ainuamri.wordpress.com/2007/10/24/masalah-perbankan-renten-dan-fee-dalam-pandangan-islam/
Selain dari itu,kami juga
turut melansir salah satu artikel yang kami dapatkan dari internet pula,sebagai
berikut :
Monday, February 15, 2010
Penubuhan
Bank Islam sangat diterima baik serta mendapat sambutan yang luar biasa oleh
masyarakat Islam dan bukan Islam sejak dari awal penubuhannya. Dan
sambutan tersebut terus meningkat dari masa ke masa. Ini disebabkan oleh
kesedaran masyarakat tentang kebaikan perbankan islam kerana
menolak riba, seperti mana yang kita tahu riba ini
memberi impak negatif dalam kehidupan.
Melalui transaksi perbankan tanpa riba yang disediakan oleh bank islam seperti
kemudahan simpanan(deposit) serta pembiayaan tanpa riba ini, masyarakat telah
mula berubah untuk memilih bank islam dalam menjalankan transaksi perbankan
mereka. Dan sambutannya Alhamdulillah agak memberangsangkan.
Oleh kerana sambutan yang agak memberangsangkan itu, maka berbondong-bondonglah
yang mendeposit wang meraka di bank-bank islam. Apabila ramai yang membuat
simpanan di bank-bank islam, maka berlakulah longgokan dana deposit yang besar.
Longgokan serta peningkatan yang mendadak pada dana deposit tersebut telah
menimbulkan masalah baru bagi bank islam ketika awal penubuhannya itu. Ini
kerana bank islam masih belum mempunyai banyak ruang pelaburan atau tempat
untuk disalurkan dana deposit tersebut. Berbanding dengan bank konvensional,
yang mana mempunyai Pasaran Kewangan sendiri bagi menyelesaikan masalah lebihan
dana ini. Mekanisme yang terdapat di dalam Pasaran Kewangan konvensional ini
antaranya ialah dengan meminjamkan lebihan dana tersebut kepada bank-bank yang
memerlukan. Seterusnya, bank konvensional memperoleh pulangannya hasil daripada
faedah yang dikenakan terhadap pinjaman tersebut.
Bank Islam perlu mencari jalan penyelesaian untuk mengatasi masalah longgokan
dana deposit ini. Sekiranya ia berterusan tanpa diambil langkah untuk
mengatasinya, sejumlah besar dana tersebut akan beku serta tidak boleh
dimobilisasikan. Dan sekiranya dana deposit tersebut beku dan tidak dilaburkan
secara berterusan, bank tidak akan boleh menjana pulangan daripada deposit
tersebut dan perkara ini boleh menyebabkan kepada bankrapnya institusi
perbankan Islam itu. Justeru, bagi mengelakkan hal ini berlaku, maka Bank islam
perlulah mewujudkan pasaran kewangannya juga bagi membolehkan dana deposit
tersebut disalurkan ke tempat yang sepatutnya dan Bank Islam boleh mendapat
pulangannya untuk terus bergerak. Walaupun begitu, bank islam tidak boleh
menyertai Pasaran kewangan konvensional bagi menyelesaikan masalah lambakan
dana deposit ini kerana ia jelas sekali berteraskan riba. Dan ianya amatlah
bertentangan dengan sistem perbankan islam yang mana bebas riba. Bank Islam
perlu mewujudkan pasaran kewangannya sendiri yang mana instrumen dan
mekanismenya perlulah patuh syariah.
ASAS PASARAN
MODAL
Pasaran kewangan mempunyai beberapa komponen penting dan salah satunya ialah
pasaran modal. Dan Pasaran Modal Islam (Islamic Capital Market) pula merupakan
satu komponen bagi keseluruhan pasaran modal di Malaysia.
Secara umumnya, pasaran modal boleh ditakrifkan sebagai pasaran yang urus
niaganya melibatkan instrumen kewangan yang tempoh matangnya melebihi satu
tahun. Instrumen yang ada di pasaran modal ini kita boleh bahagikannya kepada
dua iaitu :
- Instrumen ekuiti (sijil saham)
- Instrumen hutang (Bon)
Instrumen ekuiti merupakan satu bentuk sijil saham samada ianya dari jenis
saham terpilih atau saham biasa. Saham boleh diertikan sebagai Sejumlah unit
pemilikan pelabur dalam syarikat perkongsian/awam, yang berbeza keadaannya
dengan jumlah bahagian modal dalam syarikat individu. Atau makna lainnya Satu
transkrip atau sijil yang diberikan kepada pelabur sebagai pernyataan haknya
yang sebenar dalam pemilikan modal syarikat.
Manakala Instrumen hutang pula terdiri daripada bon-bon dan bon ini pula kita
boleh bahagikannya kepada dua iaitu bon boleh tukar dan bon biasa. Bon ialah
dokumen kewangan ataupun sijil yang dikeluarkan oleh syarikat atau mana-mana
perbadanan yang mana ianya boleh diedar dan diterbitkan dalam bentuk seperti
pinjaman jangka panjang. Dan kebiasaannya ia boleh dimiliki melalui penawaran
awam secara terbuka.
PASARAN
MODAL MENURUT SUDUT PANDANG ISLAM
Pasaran Modal Islam (Islamic Capital Market) merupakan salah satu cabang utama
dalam sistem kewangan islam. Walaupun ia masih lagi baru diwujudkan tapi kini
Pasaran Modal Islam wujud seiring dengan pasaran modal konvensional. Mekanisme
dan instrumen yang ada di dalam Pasaran Modal Islam berbeza sekali dengan
Pasaran Modal konvensional kerana Pasaran Modal Islam berpandukan kepada perundangan
Islam atau prinsip-prinsip Syariah yang lahir daripada sumber yang muktabar
iaitu Al Quran dan Sunnah serta sumber fiqh yang telah dihasilkan oleh
cendiakawan-cendiakawan ulung silam.
Oleh itu, bagi memastikan mekanisme, instrumen serta operasi Pasaran Modal
Islam ini selaras dengan prinsip-prinsip Syariah, panel penasihat
Syariah yang pakar serta berpengetahuan luas dalam bidang
kewangan Islam memainkan peranan yang amat penting. tujuannya
juga bagi menjaga kualiti perbankan islam itu serta mewujudkan satu tahap
keyakinan di kalangan peserta pasaran terutama yang beragama Islam.
Maka dengan itu unsur-unsur haram seperti riba, maisir (judi) dan gharar
mestilah ditegah kerana ia bertentangan dengan islam. Dan ia juga merupakan
kayu ukur atau sempadan dalam menilai dan menentukan satu-satu produk atau
instrumen itu samada ianya halal ataupun sebaliknya.
Sebagai contoh dalam urus niaga saham, sekiranya terdapat unsur-unsur gharar
atau adanya spekulatif, maka instrumen ini tidak akan diterima masuk dalam
Pasaran Modal Islam untuk diniagakan. Tetapi sekiranya saham tersebut tiada
unsur-unsur yang ditegah tersebut maka ianya boleh untuk diniagakan di pasaran
islam. Perkara pokok dalam urus niaga saham ini ialah konsep tanggungan terhad
iaitu jika berlaku sebarang kerugian kepada syarikat itu, maka pemilik saham
syarikat itu hanya menanggung kerugian setakat nilai saham yang mereka miliki
sahaja. Pemilik saham syarikat tersebut tidak akan bertanggungjawab membayar
hutang-hutang lain yang dimiliki oleh syarikat. Dan ini bertepatan dengan
prinsip mudharabah yang dibenarkan dalam islam di mana pihak pengusaha tidak
akan bertanggungjawab atas kerugian perniagaan atas usaha yang dijalankan
sekiranya bukan kelalaian pengusaha tersebut. Ia hanya akan ditanggung olah
pemilik modal sahaja.
OBJEKTIF
PASARAN MODAL ISLAM
Kesedaran
yang tinggi di kalangan umat Islam tentang perlunya kepada sistem kewangan
berteraskan Syariah inilah yang menjadikan Pasaran Modal Islam ini wujud
sepertimana yang ada sekarang ini. Maka, dengan seruan masyarakat serta
perhatian yang serius yang mereka berikan ini, pihak berkuasa seperti
Suruhanjaya Sekuriti (Securities Commisioner) telah mengatur beberapa langkah
untuk memastikan Pasaran Modal Islam ini terus mengikut landasan syariah.
Antaranya ialah dengan menubuhkan Majlis Penasihat Syariah pada Mei 1996.
Ketika
pasaran menjadi semakin kompleks dan canggih, ia memerlukan sokongan
infrastruktur supaya sistemnya boleh beroperasi dan berfungsi dengan lebih
cekap dan berkesan. Inisiatif awal Suruhanjaya sekuriti dalam menubuhkan sebuah
Jabatan Pasaran Modal Islam (Islamic Capital Market Department) yang
berdedikasi dalam Kumpulan Urusan Strategi dan Pembangunannya adalah untuk
menyediakan sokongan infrastruktur yang amat diperlukan. Mandat bagi Jabatan
Pasaran Modal Islam adalah untuk menjalankan aktiviti penyelidikan dan
pembangunan termasuk membentuk dan memudahcarakan satu pelan jangka panjang
bagi memperkukuh Pasaran Modal Islam di Malaysia.
Dengan kewujudan Pasaran Modal Islam ini serta ketelusan operasinya, ia akan
membuka peluang kepada umat Islam khuasusnya untuk menjana modal sebanyak
mungkin. Semakin besar modal digemblengkan semakin kukuh kedudukan ekonomi
sekaligus dapat membantu pembangunan ekonomi umat Islam secara terancang dan
bersepadu. Dan seterusnya umat Islam terhindar dari riba, gharar serta perkara
lain yang ditegah dalam Islam.
Senin, 05 November 2012
Contoh masalah Perbankan
dan penyelesaiannya
MASALAH
Perbankan merupakan bisnis
kepercayaan. Integritas penyelenggara menjadi nilai jual paling unggul bagi
perbankan untuk dapat mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali. Dalam perjalanannya, industri perbankan diwarnai dengan konsep
syariah. Secara awam, masyarakat berasumsi dapat mengisi penuh pundi-pundi
mereka dengan tangan kiri sekaligus menggenggam kunci surga dengan tangan
kanan. Walhasil, animo masyarakat terhadap konsep ini membludak.
Patut diperhatikan, prestasi
perekonomian syariah cukup membanggakan. Salah satu indikatornya adalah tingkat
konflik yang relatif kecil. Dalam titik ini, konsep syariah patut diacungi
jempol. Hanya sayang, polemik gadai emas syariah yang menimpa nasabah BRI
seakan menghapus catatan baik perbankan syariah. Cap “syariah” semacam tidak
cukup untuk membuktikan bahwa industri perbankan yang diawali dengan niat baik
ini tidak menyimpang.
Penjualan paksa oleh Bank BRI
terhadap emas nasabah berujung pada kerugian nasabah. Seolah tidak ada pintu
dialog yang terbuka setelah beleid dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Kasus ini seakan mengukuhkan pendapat kontra yang menganggap bahwa “jeroan”
bank syariah tidak ada beda dengan bank konvensional. Sungguh memalukan.
Kasus “Gadai Emas BRI” ini
merupakan murni kasus perdata. Hukum perdata memliki keunikan yaitu individu
memegang peranan penting untuk mempertahankan atau tidak haknya, sepenuhnya
tergantung dari kehendaknya sendiri (Scholten, 1993:34). Dalam hal ini
jalur penyelesaian yang dapat ditempuh tidak semata litigasi tetapi juga
non-litigasi.
Jalur litigasi mungkin nampak
menarik dengan janji-janji manis pengacara untuk mememangkan hak kliennya.
Romantika persidangan yang diwarnai perdebatan sengit para pihak. Proses
pembuktian yang rumit dan mendebarkan mungkin dapat memadamkan rasa marah dan
kecewa nasabah yang dirugikan. Namun apakah itu yang terbaik?
CONTOH KASUS :
Masalah Gadai Emas, BI akan panggil BRI Syariah
Bank Indonesia berencana akan memanggil Bank Rakyat
Indonesia Syariah (BRIS) dan seniman Butet Kertaradjasa terkait masalah skema
gadai emas. Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Edy Setiadi
mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut BI akan mendengarkan penjelasan BRIS
terkait kesalahpahaman yang terjadi.
"Bank Indonesia, dalam waktu dekat akan memanggil BRIS untuk memberikan
penjelasan mengenai permasalahan kesalahpahaman antara BRIS dan
nasabahnya," kata Edy kepada
VIVAnews di Jakarta, Sabtu 15
September 2012
Sementara, untuk melakukan proses mediasi, Edy menambahkan, BI masih
mempelajari permasalahan lebih lanjut. "BI akan mempelajari permasalahan
tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan tindak lanjutnya," ujarnya
Seperti diberitakan sebelumnya, Gadai Emas, produk gadai di bank syariah, yang
sempat dipermasalahkan Bank Indonesia, akhirnya menuai kasus. Seniman Butet
Kartaredjasa mengadukan produk gadai syariah Bank Rakyat Indonesia Syariah
karena dianggap merugikan nasabah.
Butet menjadi nasabah gadai emas BRI Syariah di Yogyakarta pada Agustus 2011.
Ia menggadaikan emasnya, dengan modal 10 persen dari keseluruhan harga emas,
BRI Syariah memberikan pembiayaan sebesar 90 persen. Butet mencicil sejumlah
uang yang dipersyaratkan.
Ketika jatuh tempo pada Desember 2011, nasabah diberikan opsi ketika harga emas
turun nasabah diminta menanggung penurunan harga dari harga emas semula. Butet
menolak opsi tersebut.
BRI Syariah juga memberikan opsi memperpanjang masa jatuh tempo sebanyak dua
kali, namun kerugian penurunan harga tetap harus ditanggung Butet. BRI juga
meminta emas yang dimiliki Butet dijual.
"Saya minta skema diperpanjang dalam tiga tahun, karena ketika harga emas
naik silahkan dijual,jadi
win-win solution," ujar Butet.
BRI Syariah akhirnya menjual kepemilikan emas Butet dengan alasan hal itu sudah
tercantum dalam perjanjian. Karena merasa menjadi korban, ia akan mengajukan
class action.
Sumber :
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/351624-masalah-gadai-emas--bi-akan-panggil-bri-syariah
Sumber :
http://hukum.kompasiana.com/2012/11/03/opsi-mediasi-sebagai-solusi-polemik-gadai-emas-syariah-505616.html
TEORI DAN
PENELITIAN
Metode
Berkebun Emas merupakan sistem pengembangan investasi yang terus
berevolusi. Saat ini, banyak masyarakat Indonesia yang membeli
Logam
Mulia untuk kemudian disimpan hingga harga jualnya meningkat. Pada saat
membutuhkan uang dadakan masyarakat juga terkadang menggadaikan logam mulia
yang dimilikinya. Kini logam mulia yang digadaikan dapat “dikembangbiakan” agar
menghasilkan logam-logam mulia baru dengan dua pertiga modal ditanggung oleh
lembaga keuangan penyedia jasa gadai, seperti bank syariah.
Kita harus memilih lembaga gadai emas syariah yang
menetapkan biaya gadai dan penitipan yang paling ringan, disamping itu perlu
juga diperhatikan lembaga gadai yang memberikan dana gadai tertinggi agar dana
tersebut dapat digunakan kembali untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan
tambahan dana yang dibutuhkan tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu
ditanyakan tentang skema pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah
memberlakukan biaya asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi
sebagian besar lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena
sudah termasuk dalam biaya administrasi.
Metode berkebun emas ini memang membutuhkan modal
untuk membeli logam mulia pertama dan menyiapkan uang tunai untuk menutup
selisih kekurangan harga pembelian logam mulia kedua hingga kelima. Sebagai
ilustrasi, Anda membeli logam mulia seberat 10 gram yang langsung digadaikan.
Jika uang gadai yang diberikan bank syariah sebesar 85%, dana yang diperoleh setara
dengan 8.5 gram. Oleh sebab itu, ketika akan membeli logam mulia 10 gram kedua,
perlu dana tambahan setara dengan logam mulia seberat 1.5 gram ditambah biaya
penyimpanan logam mulia di bank syariah. Demikian seterusnya, hingga mencapai
logam mulia yang dikehendaki. Setelah mencapai logam mulia terakhir, misalnya
kelima, Anda sebaiknya menjual logam mulia tersebut. Tentunya ketika harga
logam mulia sudah meningkat minimal 30%. Mengapa 30% ? kenaikan 30% ini
diperlukan agar hasil penjualan dapat menutup biaya biaya gadai empat keeping
logam mulia yang ada di bank syariah dan hasil penjulan logam mulia terakhir
inilah yang dipergunakan untuk menebus empat keping logam mulia di bank
syariah, saat inilah biasa disebut masa panen emas.
Kenaikan harga emas yang konsisten disebabkan oleh dua
hal, pertama, konsumsi penduduk Indonesia terhadap logam mulia ada di peringkat
14 dunia (China ada diperingkat ke satu dan India ada di peringkat ke dua).
Kedua, Indonesia adalah penghasil emas ketujuh terbesar didunia, jika
permintaan emas terus bertambah, maka harga emas akan terus meningkat.
Sumber : http://www.belajarinvestasi.net/emas/gadai-emas-syariah